KELARUTAN SEMU/TOTAL ( APPARENT SOLUBILITY )
A. TUJUAN
Untuk mengetahui
pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B.
LANDASAN TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan
perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi. 2003).
Kelarutan merupakan
perameter yang perlu diketahui dalam penelitian perefomasi suatu obat menjadi
suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat terabsorpsi menembus membran, obat
melalui fase pelarutan dalam cairan tubuh pelarutan didalam cairan tubuh.
Kelarutan obat sering kali dipengaruhi oleh Ph, suhu, sifat pelarut, konsentrasi, ukuran partikel,
kosolvensi, solubility atau zat-zat penglarut (Nugroho, 2000 ).
Bahan-bahan obat berupa senyawa
organik yang bersifat asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH
sangat mempengaruhi kelarutannya.Untuk obat-obat yang bersifat
asam lemah, pada asam lemah, pada pH yang absolut rendah zat tersebut
peraktis tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering
disebut sebagai kelarutan intrinsik. Jika pH dinaikan, maka kelarutannyapun
akan meningkat, karena selain membentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul
yang tidak terionkan( kelarutan intrinsik ) juga terlarut obat yang terbentuk
ion (Zulkarnain,
dkk.2008 ).
Gravimetri
merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang
telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah
melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan
pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari
penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsure atau radikal
kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang
dengan teliti. Metode gravimetric memakan waktu yang cukup lama, adanya
pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu factor-faktor koreksi dapat
digunakan (Khopkar,1990).
Koefisien partisi tiap zat adalah
tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. Pas adalah koefisien partisi
yang menyatakan rasio konsentrasi zat dalam air dan sediment, atau sebaliknya
Psa adalah rasio konsentrasi zat dalam sediment dan air. (Mangkoediharjo, 2005)
Absorpsi suatu
obat dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari tempat
pemberiannya, melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun ke dalam
sistem limfatik. Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan
beberapa cara yaitu metode in vitro, metode in situ dan metode in
vivo. Absorpsi in situ melalui usus halus didasarkan atas penentuan
kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus. Metode ini digunakan untuk mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap permeabilitas dinding usus. Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk
merancang obat dalam upaya mengoptimalkan kecepatan absorpsinya untuk obat-obat
yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorpsi (Zulkarnain, 2008)
C. ALAT DAN BAHAN
- Alat
Alat
yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·
Gelas Kimia
·
Corong 1 buah.
·
Kertas saring 3 buah
·
Erlenmeyer 3 buah
·
Filler.
·
Pipet ukur 10 ml.
- Bahan
Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah :
·
Asam benzoate.
·
Buffer fosfat dengan
pH 3,4,5.
D. PROSEDUR KERJA
Asam benzoat
|
·
Ditimbang 0,1 gram
sebanyak 3 kali dan ditaruh dalam erlenmeyer .
·
Ditambahkan larutan
dapar fosfat 5 ml dengan pH 3,4,5 dalam erlenmeyer yang berbeda.
·
Dikocok selama 20
menit.
·
Disaring dengan
menggunakan kertas saring campuran asam benzoate dan dapar fosfat tadi.
·
Diambil ampasnya pada
kertas saring dan di simpan ditalang.
·
Dikeringkan dengan
oven ± 15 menit.
·
Ditimbang
Hasil
pengamatan =…………?
E. HASIL PENGAMATAN
a. Tabel Hasil
Pengamatan
pH
|
Berat kertas saring ( gram )
|
Asam
benzoate tidak larut ( berat kertas
saring akhir- awal ) ( gram )
|
|
Awal
|
Akhir
|
||
3
|
0,29
|
0,39
|
0,39-0,29 = 0,1
|
4
|
0,29
|
0,41
|
0,41-0,29 = 0,12
|
5
|
0,29
|
0,42
|
0,42-0,29 = 0,13
|
b. Analisis data
Buffer fosfat dengan
pH 3
·
Massa asam benzoate
yang larut untuk pH = 3
Massa asam benzoate =
0,2 gr-0,1 = 0,1 gram.
·
Menghitung konsentrasi
kelarutan intrinsic ( So )
So =
ͯ
=
ͯ
=
0,164 M
·
Untuk menghitung
konsentrasi kelarutan semu
0,164
Buffer fosfat dengan
pH 4
·
Massa asam benzoate
yang larut untuk pH = 4
Massa asam benzoate =
0,2 gr-0,12 = 0,08 gram.
·
Menghitung konsentrasi
kelarutan intrinsic ( So )
So =
ͯ
=
ͯ
=
0,13 M
·
Untuk menghitung
konsentrasi kelarutan semu
0,13
Buffer fosfat dengan
pH 5
·
Massa asam benzoate
yang larut untuk pH = 3
Massa asam benzoate =
0,2 gr-0,13 = 0,07 gram.
·
Menghitung konsentrasi
kelarutan intrinsic ( So )
So =
ͯ
=
ͯ
=
0,1147 M
·
Untuk menghitung
konsentrasi kelarutan semu
0,1147
F. PEMBAHASAN
Kelarutan
dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary
definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1 gram zat
terlarut.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan
ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam.
Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil
ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya
garam akan mengurangi kelarutan zat.
Seringkali zat terlarut lebih lebih larut dalam campuran
pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut
bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat
disebut cosolvent.
Zat aktif yang
sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang
bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik
lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan
naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan
basa-basa organik lemah seperti etanolida dan anastetika lokal pada umumnya
sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat
maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.Cosolvensi merupakan suatu peristiwa kenaikan kelarutan dari suatu zat yang
disebabkan karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.
Pada
percobaan kali ini asam benzoat 0,2 g dilarutkan dengan larutan dapar fosfat
sebanyak 5 ml yang kemudian dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer dengan pH 3, pH 4,
dan pH 5. Kemudian diaduk selama 20 menit setelah itu disaring dan dimasukan
kedalam oven selama ± 15 menit sampai
kering. Pada percobaan ini dalam kelarutan semu untuk mengetahui pengaruh pH
larutan terhadap kelarutan obat yang bersifat asam lemah, berdasarkan hasil
percobaan pH yang ditentukan menggunakan kertas saring, larutan dapar fosfat
dan asam benzoat. Pada pH 3 menghasilkan 0,1774 , pH 4 menghasilkan 0,2123 , pH
5 menghasilkan 0,85.
Dari data hasil di atas, terlihat jelas adanya
peningkatan jumlah sampel (asam benzoat) yang terlarut dalam setiap larutan
yang pH nya dinaikkan. Hal ini berdasarkan pada teori yang telah dijelaskan
sebelumnya . Kenaikan kelarutan asam benzoat ini disebabkan karena pH larutan
yang digunakan sebagai pelarutnya juga dinaikkan atau berbanding lurus dengan
zat yang akan dilarutkannya tersebut, dengan kata lain kelarutan sampel (asam
benzoat) sebagai asam lemah akan bertambah seiring dengan kenaikan pH
larutan/pelarutnya, karena terbentuk garam-garam yang mudah larut.
G.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilkukan maka dapat
disimpulkan bahwa semakin besar pH pelarut yang diguanakan untuk melarutkan
suatu zat maka akan semakin besar pula angka kelarutannya, begitu pula
sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM.
(1979). “Farmakope Indonesia”. Edisi
III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
M. Idris
Effendi. (2003). “Materi Kuliah Farmasi
Fisika”. Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
Khopkar, S. M,
1990, Konsep Dasar Kimia Analitik,
UI-Press, Jakarta
Mangkoedihardjo, Sarwoko. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah Pesisir Sebagai Penyangga
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah kajian dengan pendekatan energi,
ekosistem, dan ekologi. Seminar. Jurusan Teknik Lingkungan. 2005. Surabaya.
Nugroho, A.K. SuwaldiMartodiharjo, TejoYuwono. Pengaruh Propilen Glikol Terhadap Kelarutan
Semu Teofilin dan Kofein. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah
Farmasi Indonesia. 2002.
Yogyakarta.
Zulkarnain,
Abdul Karim. Arundita Kusumawida. Triani Kurniawati. Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 Terhadap
Absorpsi Piroksikam Melalui Lumen usus in
situ. Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2008. Yogyakarta.
LAPORAN
PRAKTIKUM
FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN
II
KELARUTAN
SEMU / TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
OLEH:
NAMA : ANDI ANUGRAH AGUNG IBRAHIM
NIM : F1F1 11 091
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar