Cari Blog Ini

Kamis, 12 April 2012

KELARUTAN SEMU


KELARUTAN SEMU/TOTAL ( APPARENT SOLUBILITY )

A. TUJUAN

Untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B. LANDASAN TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut (Effendi. 2003).
Kelarutan merupakan perameter yang perlu diketahui dalam penelitian perefomasi suatu obat menjadi suatu sediaan farmasi. Sebelum obat dapat terabsorpsi menembus membran, obat melalui fase pelarutan dalam cairan tubuh pelarutan didalam cairan tubuh. Kelarutan obat sering kali dipengaruhi oleh Ph, suhu, sifat pelarut, konsentrasi, ukuran partikel, kosolvensi, solubility atau zat-zat penglarut (Nugroho, 2000 ).
Bahan-bahan obat berupa senyawa organik yang bersifat asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat mempengaruhi kelarutannya.Untuk obat-obat  yang bersifat  asam lemah, pada asam lemah, pada pH yang absolut rendah zat tersebut peraktis tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan intrinsik. Jika pH dinaikan, maka kelarutannyapun akan meningkat, karena selain membentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan( kelarutan intrinsik ) juga terlarut obat yang terbentuk ion (Zulkarnain, dkk.2008 ).
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsure atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsure atau radikal kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetric memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu factor-faktor koreksi dapat digunakan (Khopkar,1990).
Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. Pas adalah koefisien partisi yang menyatakan rasio konsentrasi zat dalam air dan sediment, atau sebaliknya Psa adalah rasio konsentrasi zat dalam sediment dan air. (Mangkoediharjo, 2005)
Absorpsi suatu obat dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya, melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun ke dalam sistem limfatik. Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu metode in vitro, metode in situ dan metode in vivo. Absorpsi in situ melalui usus halus didasarkan atas penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus. Metode ini digunakan untuk  mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap permeabilitas dinding usus. Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk merancang obat dalam upaya mengoptimalkan kecepatan absorpsinya untuk obat-obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorpsi (Zulkarnain, 2008)





C. ALAT DAN BAHAN

- Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·      Gelas Kimia
·      Corong 1 buah.
·      Kertas saring 3 buah
·      Erlenmeyer 3 buah
·      Filler.
·      Pipet ukur 10 ml.
- Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
·      Asam benzoate.
·      Buffer fosfat dengan pH 3,4,5.




D. PROSEDUR KERJA

 Asam benzoat
·    Ditimbang 0,1 gram sebanyak 3 kali dan ditaruh dalam erlenmeyer .
·    Ditambahkan larutan dapar fosfat 5 ml dengan pH 3,4,5 dalam erlenmeyer yang berbeda.
·    Dikocok selama 20 menit.
·    Disaring dengan menggunakan kertas saring campuran asam benzoate dan dapar fosfat tadi.
·    Diambil ampasnya pada kertas saring dan di simpan ditalang.
·    Dikeringkan dengan oven ± 15 menit.
·    Ditimbang


Hasil pengamatan =…………?




E. HASIL PENGAMATAN

a. Tabel Hasil Pengamatan
pH
Berat kertas saring ( gram )
Asam benzoate tidak larut     ( berat kertas saring akhir- awal ) ( gram )
Awal
Akhir
3
0,29
0,39
0,39-0,29 = 0,1
4
0,29
0,41
0,41-0,29 = 0,12
5
0,29
0,42
0,42-0,29 = 0,13

b. Analisis data
*        Buffer fosfat dengan pH 3
·            Massa asam benzoate yang larut untuk pH = 3
Massa asam benzoate = 0,2 gr-0,1 = 0,1 gram.
·            Menghitung konsentrasi kelarutan intrinsic ( So )
So =  ͯ  
=  ͯ
                                         = 0,164 M
·        Untuk menghitung konsentrasi kelarutan semu
    
0,164
    
*             Buffer fosfat dengan pH 4
·            Massa asam benzoate yang larut untuk pH = 4
Massa asam benzoate = 0,2 gr-0,12 = 0,08 gram.
·            Menghitung konsentrasi kelarutan intrinsic ( So )
So =  ͯ  
=  ͯ
                                         = 0,13 M
·        Untuk menghitung konsentrasi kelarutan semu
    
0,13
    
    
    

*        Buffer fosfat dengan pH 5
·            Massa asam benzoate yang larut untuk pH = 3
Massa asam benzoate = 0,2 gr-0,13 = 0,07 gram.
·            Menghitung konsentrasi kelarutan intrinsic ( So )
So =  ͯ  
=  ͯ
                                         = 0,1147 M
·        Untuk menghitung konsentrasi kelarutan semu
    
0,1147
    
    
    



F. PEMBAHASAN
Kelarutan dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1 gram zat terlarut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam akan mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut cosolvent.
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti etanolida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.Cosolvensi merupakan suatu peristiwa kenaikan kelarutan dari suatu zat yang disebabkan karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.
     Pada percobaan kali ini asam benzoat 0,2 g dilarutkan dengan larutan dapar fosfat sebanyak 5 ml yang kemudian  dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dengan pH 3,  pH 4, dan pH 5. Kemudian diaduk selama 20 menit setelah itu disaring dan dimasukan kedalam oven  selama ± 15 menit sampai kering. Pada percobaan ini dalam kelarutan semu untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan obat yang bersifat asam lemah, berdasarkan hasil percobaan pH yang ditentukan menggunakan kertas saring, larutan dapar fosfat dan asam benzoat. Pada pH 3 menghasilkan 0,1774 , pH 4 menghasilkan 0,2123 , pH 5 menghasilkan 0,85.
Dari data hasil di atas, terlihat jelas adanya peningkatan jumlah sampel (asam benzoat) yang terlarut dalam setiap larutan yang pH nya dinaikkan. Hal ini berdasarkan pada teori yang telah dijelaskan sebelumnya . Kenaikan kelarutan asam benzoat ini disebabkan karena pH larutan yang digunakan sebagai pelarutnya juga dinaikkan atau berbanding lurus dengan zat yang akan dilarutkannya tersebut, dengan kata lain kelarutan sampel (asam benzoat) sebagai asam lemah akan bertambah seiring dengan kenaikan pH larutan/pelarutnya, karena terbentuk garam-garam yang mudah larut.


G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilkukan maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar pH pelarut yang diguanakan untuk melarutkan suatu zat maka akan semakin besar pula angka kelarutannya, begitu pula sebaliknya.







DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. (1979). “Farmakope Indonesia”. Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

M. Idris Effendi. (2003). “Materi Kuliah  Farmasi Fisika”. Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.

Khopkar, S. M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta
Mangkoedihardjo, Sarwoko. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah Pesisir Sebagai Penyangga Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah kajian dengan pendekatan energi, ekosistem, dan ekologi. Seminar. Jurusan Teknik Lingkungan. 2005. Surabaya.

Nugroho, A.K. SuwaldiMartodiharjo, TejoYuwonoPengaruh Propilen Glikol Terhadap Kelarutan Semu Teofilin dan Kofein. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2002. Yogyakarta.

Zulkarnain, Abdul Karim. Arundita Kusumawida. Triani Kurniawati. Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam Melalui Lumen usus in situ. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Majalah Farmasi Indonesia. 2008. Yogyakarta.




LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN II
KELARUTAN SEMU / TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)






OLEH:

NAMA                        :           ANDI ANUGRAH AGUNG IBRAHIM
NIM                            :           F1F1 11 091



JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar