LAPORAN
PRAKTIKUM
FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN III
KOEFISIEN
PARTISI
OLEH
NAMA : ANDI ANUGRAH AGUNG IBRAHIM
STAMBUK : F1F1 11 091
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
KOEFISIEN
PARTISI
A.
TUJUAN
Mengetahui
pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam
campuran pelarut kloroform-air.
B.
LANDASAN
TEORI
Koefisien
partisi merupakan rasio konsentrasi dari suatu senyawa dalam dua tahap, dari
dua campuran yang tidak saling larut dalam pelarut pada kesetimbangan.
Koefisien partisi (P) ini juga menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam pelarut system dua fase,
yaitu pelarut organik dan air. Dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk
obat koefisien partisi harus
dipertimbangkan terlebih dahulu, dimana P hanya tergantung pada konsentrasi
obat saja, dan apabila molekul-molekul obat berkecenderungan menyatu dalam
larutan maka untuk obat yang terionisasi dapat dikatakan memiliki tingkat
ionisasi yang sama/seimbang (Anonim, 2011).
Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai
dengan sifat alamiah zat itu sendiri. Pas adalah koefisien partisi yang
menyatakan rasio konsentrasi zat dalam air dan sediment, atau sebaliknya Psa
adalah rasio konsentrasi zat dalam sediment dan air. Koefisien partisi
antarmedia diformulasikan sebagai
berikut:
A.
Koefisien partisi air dan sedimen
Formulasi
koefisien partisi air dan sedimen secara empiris adalah:
Pas
= Ca/Cs, atau Psa = Cs/Ca 4)
Khusus
untuk zat hidrofobik (lipofilik) dan non-ionik:
Pas
= Koc.Foc = (0,4 – 0,5) Pow.Foc 5)
Dimana:
•
Koc adalah konstanta jerapan/sorption berhubungan dengan jumlah zat dalam
sedimen dan jumlah zat dalam air. Koc dihitung berdasarkan jumlah kandungan zat
organic karbon dalam sedimen sehingga Koc dapat ditentukan dengan mengetahui
kandungan karbon tanpa tergantung pada jenis sedimen.
•
Foc adalah fraksi organik karbon dalam sedimen.
•
Pow adalah koefisien partisi n-octanol dan air, yang merepresentasikan rasio
zat yang masuk ke dalam fasa organik karbon dan fasa air.
B.
Koefisien partisi air dan udara
Formulasi
koefisien partisi air dan udara secara empiris adalah:
Pau=Ca/Cu=(La.RT)/(Pu.BM),
atau Pua=Cu/Ca=(Pu.BM)/(La.RT) 7)
Dimana:
Cu
adalah konsentrasi zat dalam udara
Ca
adalah konsentrasi zat dalam air
Pu
adalah tekanan uap zat (atm)
(Mangkoedihardjo, 2005)
Penentuan
konsentrasi senyawa dalam senyawa organic dapat ditentukan secara kuantitatif
setelah dilakukan pemisahan fisik dan kendala yang dihadapi adalah harga
pelarut organic yang n-oktanol yang sangat mahal selain itu biaya analisis
konsentrasi senyawa dalam kedua pelarut juga cukup mahal dan waktu yang
dibutuhkan relative cukup lama (Iqmal, 2008).
Partisi
zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur menawarkan banyak
kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut
membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan yang
pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Suatu
zat terlarut akan membagi dirinya antara dua zairan yang tidak dapat campur.
Sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasai pada kesetimbangan adalah
konstanta pada temperatur tertentu (Underwood, 1998).
Hukum distribusi
atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua
pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk
setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara
kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi
molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat
dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990).
C. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat
yang di gunakan pada percobaan ini adalah:
Ø Gelas
kimia
Ø Shaking
thermostatic waterbath
Ø Tabung
Erlenmeyer 3 buah
Ø Pipet
tetes
Ø Pipet
ukur
Ø Filler
Ø Corong
pisah
Ø Spektro
uv-vis
Ø Botol
semprot
Ø Kuvet
2 buah
Bahan-bahan
yang di gunakan pada percobaan ini adalah :
Ø Larutan
buffer pH 3, pH 4, dan pH 5
Ø FeCl3
Ø Kloroform
Ø Aquadest
D. PROSEDUR KERJA
Dapar
salisilat dengan
pH 3,pH 4
dan pH 5
|
-
diambil 25 ml dan di masukkan dalam
erlenmeyer
-
ditambahkan dengan kloroform p.a
masing-masing 10 ml
-
diinkubasi selama 20 menit
-
dimasukkan dalam corong pisah
-
didiamkan
-
dimasukkan dalam tabung percobaan
-
diukur volume fase air (salisilat)
-
Dapar
salisilat
( fase air )
|
Kloroform
( fase lipid
)
|
-
Ditambahkan
FeCl3
-
Dimasukkan dalam kuvet dan spektrofotometer
dan diukur absorbansinya
-
Dihitung APC ( koefisien partisi semunya
)
Hasil pengamatan = ........?
E.
HASIL
PENGAMATAN
a.
Tabel pengamatan
No.
|
pH
|
Volume pelarut
|
Absorbansi
|
|
kloroform
|
air
|
|||
1.
2
3
|
3
4
5
|
4,8 ml
3,9 ml
4 ml
|
10,2 ml
10 ml
10 ml
|
0.111 A
1,583 A
1,668 A
|
b.
Perhitungan
Ø Untuk
pH = 3 [H+] = 10-3
1.
Menghitung kadar obat atau asam
salisilat dalam fase air mula-mula
[H+] = Ka.
10-3 = 1,06.
10-3
10-3 =
1,06. 10-3
1,06 X = 0,01 – X
1,06 X + X = 0,01
2,06 X = 0,01
X = c2º =
4,8. 10-3 M
2.
Menghitung kadar asam salisilat setelah
tercapai kesetimbangan
A = e. I.c
0,111 = 401. 0,1. c
0,111 = 40,1. c
c = c2' =
=
2,7 . 10-3 M
3.
Menghitung APC
APC =
= (4,8 . 10-3 – 2,7 . 10-3)
. 10,2 ml
2,7 . 10-3 . 4,3 ml
=
2,1 . 10-3 . 10,2 ml
2,7.
10-3 . 4,3 ml
=
21,42
11,61
= 1,844
Ø Untuk
Ph = 4 [H+] = 10-4
1.Menghitung
kadar asam salisilat dalam fase air mula-mula
[H+] = Ka.
10-3
= 1,06. 10-3
10-4 =
1,06.10-3
10-1 =
1,06
10-1 (10-2
– X) = 1,06 X
10-3 – 10-1 = 1,06 X
10-3 = 1,06 X + 0,1 X
10-3 = 1,16 X
X = c2º
= 10-3
1,16
= 0,86 . 10-3
2.Menghitung
kadar asam salisilat setelah tercapai kesetimbangan
A = e . I. c
1,583 = 401. 0,1. c
1,583 = 40,1 . c
c = c2' = 1,583 = 0,0394 M
40,1
= 39,4
. 10-3 M
3.Menghitung
APC
APC =
=
(0,86 . 10-3 – 39,4 .
10-3) . 10
39,4 . 10-3 . 3,9
= -38,54 . 10-3 10
153,66
. 10-3
=
-2,5
Ø Untuk
pH = 5
1.
Menghitung kadar asam salisilat dalam fase air mula-mula
[H+] = Ka.
10-3 = 1,06. 10-3
10-5
=
1,06.10-3
10-2 =
1,06
1,06 X = 10-2 (10-2 – X)
1,06 X = 10-4 – 10-2 X
1,06 X + 0.01 X = 10-4
1,07 X = 10-4
C2º
= X = 10-4 = 0,93 . 10-4 M
1,07
2.Menghitung
kadar asam salisilat setelah tercapai kesetimbangan
A = e . I. c
1,668 = 401 . 0,1 . c
1,668 = 40,1 . c
c = c2 = 1,668 = 0,0415 M
40,1
3.Menghitung
APC
APC =
= (0,93 . 10-4 – 415 . 10-4
M) . 10 ml
415. 10-4
. 4 ml
= -414,07 . 10-4 . 10
415.
10-4 . 4
= -4,1407
1,66
= -2,49
c. Table
pengamatan
No
|
pH
|
Absorbansi
|
APC (Koefisisen Partisi Semu)
|
1
|
3
|
0,111
|
1,884
|
2
|
4
|
1,583
|
-2,5
|
3
|
5
|
1,668
|
-2,49
|
d.
Kurva
Pengamatan
F. PEMBAHASAN
Koefisien
partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid
dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Koefisien partisi minyak/air merupakan ukuran
sifat lipofilik suatu molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase
hidrofilik atau lipofilik. Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam
pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat. Koefisien partisi (P)
menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu
pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien
partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak
boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila
koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut
merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif.
Kecepatan absorbs
obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan
oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan
demikian obat - obat yang sukar larut dalam lipida akan dengan mudah
melaluinya. Sebaliknya obat – obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar
diadsorbsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya
memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang
sukar larut dalam lipida akan memiliki koeisien partisi yang sangat kecil.
Pada umumnya, obat-obat bersifat asam lemah
atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, maka sebagian akan
terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat
yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, dan sebaliknya yang dalam
bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian
pegaruh pH terhadap kecepatan absorbs obat yang bersifat asam lemah atau basa
lemah sangat besar.
Pada percobaan yang
dilakukan, kami melakukan uji pada larutan buffer fosfat 10 ml dengan barbagai
macam pH dan larutan yang kami gunakan yaitu FeCl3, kloroform-air,
dan asam salisilat dalam bentuk Buffer. Percobaan pertama dengan memasukkan
larutan buffer 10 ml dengan pH 3, pH 4, pH 5 ke dalam tabung Erlenmeyer.
Setelah itu di tambahkan kloroform 5 ml ke dalam masing-masing tabung tersebut
kemudian di kocok dan dilakukan inkubasi menggunakan alat
waterbath (incubator) selama ±20 menit. Adapun tujuan dari perlakuan inkubasi
ini yaitu agar zat dapat saling melarut dan homogen.
Apabila tercapai kesetimbangan pada
tabung erlenmeyer, campuran kemudian dipisahkan dan terbentuk dua lapisan. Pada
pelarut kloroform, buffer yang larut dalam air akan berada di
lapisan atas, sedangkan larutan buffer yang larut dalam pelarut kloroform
berada pada lapisan bawah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan berat jenis pelarut organik dengan
berat jenis air.
Hasil pemisahan ini, air
di tampung pada tabung erlenmeyer. Setelah itu, ketiga larutan ini di tetesi
dengan larutan FeCl3 hingga menghasilkan perubhan warna menjadi ungu.
Kemudian dari ketiga
larutan ini di masukkan dalam spektro uv-vis untuk di hitung nilai
absorbansinya. Dari pengukuran ini di dapatkan hasil dari larutan buffer pH 3
dengan nilai absorbansi 0,111 A, pH 4 nilai absorbansinya 1,58 A, dan pH 5
nilai absorbansinya 1,668 A.
Pengaruh
pH terhadap koefisien partisi yaitu, beberapa obat mengandung gugus-gugus yang
mudah mengalami ionisasi. Oleh karena itu, koefisien partisi obat-obat ini pada
pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari satu gugus
yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, seringkali salah satu gugus dalam
suatu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada
pH tertentu. Sehingga dapat kita lihat dari percobaan kali ini semakin
tinggi pH maka akan semakin tinggi pula
nilai absorbansinya, sehingga dikatakan pH dan absorbansi berbanding lurus.
G.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa pengaruh pH terhadap koefisien partisi adalah mempengaruhi
kecepatan absorsi pada obat, yang mana obat-obat tersebut bersifat asam atau
basa lemah yang menyebabkan sebagian akan terionisasi jika dilarutkan dalam
air. Dalam artian jika suatu senyawa pada obat yang bersifat asam atau basa
mengalami ionisasi sebesar 50% (pH=pKa). Maka koefisien partisinya setengah
dari obat-obat yang tidak mengalami ionisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Buku Penuntun Praktikum Farmasi Fisika,
Universitas Haluoleo,
Kendari
Tahir, Iqmal.2009.Komparasi Nilai Koefisien Partisi Teoritik Berbagai
Senyawa
Obat dengan Metoda Hancsh-Leo, Metoda
Rekker dan Penggunaan Program
ClogP.
Jurnal Purifikasi, Vol.5 hal. 150- 155
Mangkoedihardjo Sarwoko,2005. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur
Wilayah
Pesisir Sebagai Penyangga Perencanaan
Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah
kajian dengan pendekatan energi, ekosistem,
dan ekologi , Junal Seminar
Nasional Inovasi Praktek Penataan Ruang Dalam Desentralisasi
Pembangunan
ITS Surabaya.
Underwood,
A. L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia
Kuantitatif Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Svehla, G. 1985.
Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar